25 Agustus 2020

Burdah: Prelude


أمِنْ تَذَكُّرِ جِيران بِذِي سَلَمٍ # مَزَجْتَ دَمْعاً جَرَى مِنْ مُقْلَةٍ بِدَمِ

Apakah karna ingat sorang kawan Dzi Salam

hingga air matamu dengan darah di-uli?


أمْ هَبَّتْ الريحُ مِنْ تِلْقاءِ كاظِمَةٍ # وأوْمَضَ البَرْقُ فِي الظلْماءِ مِنْ إضَمِ

Atau karna hembusan angin dari Kazimah, 

atau denyaran kilat dalam gelap Idami?


فما لِعَيْنَيْكَ إنْ قُلْتَ اكْفُفاهَمَتا # وَما لِقَلْبِكَ إنْ قُلْتَ اسْتَفِقْ يَهِمِ

Mengapa matamu kautagak tetap menangis?

Juga hati kaubujuk tapi tetaplah jeri?


أَيَحْسَبُ الصَّبُّ أنَّ الحُبَّ مُنْكتِمٌ # ما بَيْنَ مُنْسَجِمٍ منهُ ومُضْطَرِمِ

Adakah pencinta menduga cinta tersaput 

di antara tangisan dan gejolaknya hati?


لولاَ الهَوَى لَمْ تُرِقْ دَمْعَاً عَلَى طَلَلٍ #  ولا أَرِقْتَ لِذِكِرِ البَانِ والعَلَمِ

Kalau tak karna cinta tak kautangisi puing

tak kan arik demi willow dan bukit Alami 


فكيفَ تُنْكِرُ حُبّاً بعدَ ما شَهِدَتْ #  بهِ عليكَ عدولُ الدَّمْعِ وَالسَّقَمِ

Bagaimana mungkin engkau mungkir dari cinta 

jika tangis dan sakit kepadamu mengali?


وَأَثْبَتَ الوجِدُ خَطَّيْ عَبْرَةِ وضَنىً # مِثْلَ البَهارِ عَلَى خَدَّيْكَ وَالعَنَمِ

Sedang sukacita merawah duka-nestapa

Bak mawar dan ‘anam di kedua belah pipi?


نَعَمْ سَرَى طَيفُ مَنْ أهوَى فَأَرَّقَنِي # والحُبُّ يَعْتَرِضُ اللَّذاتِ بالألَمِ

Oh, kelebat bayangan kekasih bikin jaga 

cinta itu kan menyanggah nikmat dengan nyeri


يا لائِمِي في الهَوَى العُذْرِيِّ مَعْذِرَةً # مِنِّي إليكَ ولو أَنْصَفْتَ لَمْ تَلُمِ

Hai pencerca cinta suci, kumaafkan engkau

andai jua kaurasa, pasti kau tak mencaci


عَدَتْكَ حالِي لا سِرِّي بِمُسْتَتِرٍ # عَنِ الوُشاةِ وَلا دائي بِمُنْحَسِمِ

Wantah kabar diriku tlah bertalar padamu

dari fitnah. Sakitku tak bisa ditambari


مَحَّضْتَنِي النُّصْحَ لكِنْ لَسْتُ أَسْمَعُهُ # إنَّ المُحِبِّ عَنْ العُذَّالِ في صَمَمِ

Engkau menasehati, sayang aku tak acuh

karna pada cacian sang pencinta kan tuli 


إنِّي اتهَمْتُ نَصِيحَ الشَّيْبِ في عَذَلٍ # والشِّيْبُ أَبْعَدُ في نُصِحٍ عَنْ التُّهَمِ

Aku lebih peduli teguran rambut uban 

sebab tua lebih layak menjadi sesanti


KETERANGAN : referensi terjemahan ini mengacu pada lagu Burdah (karya Syaikh Syarafuddin Abu Abdillah al-Bushiri) yang diaransemen oleh Mamduh al-Jabali, dinyanyikan oleh Fadwa al-Maliki. Saya (M. Faizi) menerjemahkannya dengan diselaraskan dengan taqthi' [scansion] Bahar Basith agar terjemahannya pun dapat dilagukan seperti teks aslinya 




28 April 2020

Jaljalut




Dengan menyebut Asma Allah, pada-Nya jiwaku meminta petunjuk #
Demi menguak segala rahasia-Nya yang terlipat

Selanjutnya, atas ciptaan terbaik-Nya aku bershalawat #
Nabi Muhammad, sang penghapus segala yang sesat

Aku mohon dengan Asma yang diagungkan mahia-nya #
Dengan Ajin, Ahujin, Mahaagung, Sang Maha Pembuat

Jadilah Engkau, Tuhanku, penghilang sengsara dan bala #
Berkat Hayyin nan Agung: Hayyin, Hallin, juga Halhalat

Bangkitkan hatiku, Ya Rab, setelah kematiannya #
Dengan mengingat-Mu, ya Qayyum, sebenar-benar ingat

Kutemukan di sana, Ilahi, hikmah dan ilmu #
Dengannya, sucikan hatiku dari kotor dan galat

Kokohkan keyakinanku pada-Mu untuk berpegang #
pada kebenaran-Mu, Ya Haq, hingga urusan tak tumpat

Tuangi hatiku dengan curahan rahmat #
dengan hikmah Maulana Bestari hingga aku cermat

Cahaya meliputi kami dari semua sisi #
Hingga haibah Maulana Agung kan terangkat

Mahasuci Engkau, Allahumma, duhai pencipta terbaik #
Dan pencipta terbaik, dan Sang Sadu Ba’at

Limpahi aku cahaya, limpahan yang memancar #
padaku. Berkat Yang Mahahidup, bangunkan hatiku yang mengirat

Mari, gauni aku haibah dan keagungan sebagai maskat #
Jauhkan tangan musuh dariku dengan Ghalmahat

Oh, lurubi aku dari (pandangan) musuh dan si sengelat #
Dengan kekuatan Syamakh Asymakh Sallamat Samat

Dengan Mihrasy Shamsham dan geni pun padam #
dan Mihrasy Thamtham sang huruf berjimat

Dengan cahaya agung Bαzikh dan Syαranthakh #
dan kesucian Bαrhut hingga gelap pun binjat






Kabulkan hajatku, ya Rabbah, berkat Cahaya #
Ya Asymakh, dengan jelas dan cepat

Permudah urusanku, Wahai Muyassir, dan beri hamba #
keagungan dan kemuliaan yang dahsyat

Selamatkan aku di laut, labuhkan di sadu darat #
Turunkan satir untukku, tutupi semua cacat

Dengannya, hantarkan maksud dan semua hasrat #
Berkat huruf, Ya Ilahi, yang saling melekat

Dengan rahasia-rahasia huruf yang ditatah dalam azimat #
Cita sampaikan kami pada segala munajat

Berkat Yahin, ya Yuhin, Namuhin, Ashaliya #
Beroleh jaya, mudahkau urusanku berkat Shalshalat

Puaskan aku, Duhai Sang Agung, dengan “kaf” pada “Kun” #
sebab tulisan bestari, si pemotong rahasia, sebagai berkat

Bebaskan aku dari segala takut nan sangat #
Karena Engkau harapan semesta alam walau kuat

Tuangi aku rizki laksana kucuran Rahmat nan melimpah #
Karena Engkaulah harapan hatiku yang nyaris jenat

Tuli, bisu, dan butakan lawan-lawan kami #
Diamkan mereka, Wahai Yang Mulia, dengan Hausamat

Pada Khausam, dengan Dausam, juga Barasam #
aku berlindung, dengan Isim Muazam, dari jelimpat

Luluhkan hati semesta alam—berkat pesonanya— #
makbul untukku, dan gauni aku dengan Syalmahat

Berkahi kami, Ya Allah, dalam menghimpun semua upaya #
Lepaskan kekang derita dengan Yayuhin Armakhat

Ya Allah, ya Yuhin, sang Pencipta terbaik #
Duhai yang kedermawanannya pada kami adalah berkat

Kami buyarkan semua musuh dari segala penjuru #
Dengan asma’ ini hempaskan mereka jauh mencelat





Engkaulah harapanku, Tuhanku, oh, Tuanku #
Buyarkan balatentara jika serangannya mendekat

Sang Pokta tempat meminta, Yang Sadu dalam memberi #
Yang paling tenteram harapan umat

Dengan berkah Takdad Aizam dan Sanbadad Kahir #
Dengan Bahrat Tabriiz dan Lam, jadilah seikat...

Sang Tanju yang cahayanya mengawal rahasia, berkat Nakir #
Di mana Sang Cahaya memimpin cahaya hingga berkilat

Abarikh Yayzukh dan Bairukh Burkhuwa #
Syamarikh, Syirakhin, Syarukhin, Tasyamakhat

Berkat Mailikh Syimyaatsa dan Yanukh sesudahnya #
Lalu Damikh, Yasymukhin, karenanya sarwa men-jebat

Ala Ma Narum Haqqan Biqandlabin”, demi Tanawin #
sungguh Hari Kiamat kian dekat

Kamahin, Biyahin serta Awahin seluruhnya #
beserta Hasykakh, Hasykakhin, terbentuklah jagat

Sehuruf untuk Bihram dan Tasyamakhat pun menyingsing #
Dengannya, tongkat Musa menyibak zulmat

Aku bertawassul kepada-Mu, Maulana, berkat rahasianya #
bak tawassulnya paduka mulia, di mana petunjuk kan didapat

Gemintangku, berkat Isim ini, memancarkan cahaya dan gemilang #
Hari demi hari, sepanjang zaman, Duhai Nur Jaljalat

Ya Syamkhatsa, Ya Syalmakha, Engkaulah Syamlakh #
Ya ‘Aythala, pertolongan angin berkelebat

Kepadamu, kurnia dan daya perkasa bagi ia yang datang #
ke pintu sisi-Mu seraya berharap gelap terangkat

Berkat Taha, Thasiin, Yasiin, jadilah Engkau untukku #
Dengan Tha, Sin, Mim kebahagiaan bertambat

Berkat Kaf, Ha, Ya, lalu ‘Ain dan Shad #
kami terlindung dari segala buruk, juga berkat Syαlmahat






Dengan Ha-Mim, ‘Ain, lalu Sin, dan Qaf #
Penjaga kami dan karenanya ancala geliat

Dengan Alif, dan Lam, Mim, dan Shad-nya #
segenap hati semesta raya telah kupikat

Dengan Alif, dan Lam, Mim, dan Ra’-nya #
Nur Isim bersinar, adapun Ruh memanjat

Berkat Qaf, Nun, Shad, dan semua yang dicakup #
Baik sir atau asrar di dalamnya, juga semua yang terjerat

Dengan semua yang ada dalam Kitabullah pada tiap surat #
semua huruf yang teragungkan, dan juga ayat

Aku mohon kepada-Mu, dengan Alquran dan kitab-kitab #
Dengan Asma-Mu yang agung, juga ayat-ayat yang disenggat

Aku berdoa kepada-Mu, ya Tuhan, dengan tulus, Daku ini #
bertawassul dengan selengkap cakupan ayat-ayat

Dengan rahasia huruf-huruf yang disemat dalam azimat #
Aku melambung bersama cahaya Isim, Ruh pun terangkat

Tiga tongkatku berbanjar di belakang cincin #
Di atas kepalanya serupa tombak terlihat

Mim Thamis terjepit lalu ada tangga #
Di tengahnya ada sepasang guci saling berjawat

Empat serupa semut yang bersaf-saf #
menunjukkan kebaikan rizki berserikat

Huruf Ha’ separuh lalu Wawu melengkung #
Seperti guci bekam yang rahasianya tumpat

Ujungnya seperti pangkal: sebuah cincin #
Segi lima dan rahasia terlipat

Di dalamnya ada Sebahat, Piagam, Perjanjian, dan Pengabulan #
Dan dengan misik, kapur, ambar lalu tamat

Sadu shalawat beserta sahda tahiyat #
untuk Al-Mushtafa, para zuriat, seluruh umat

* * * *


CATATAN: Ini adalah Jaljalut, diterjemahkan oleh saya, M. Faizi, atas perintah seseorang yang tidak ingin disebut namanya. Menurut riwayat, ujung sanad Jaljalut ini berakhir di Sayyidina Ali  karramallahu wajhah.

Sebagian atau seluruh dari senarai doa ini, baik yang sugra atau kubra, dibacakan di sebagian kalangan masyarakat, seperti di pesantren, dll. Saya menerjemahkannya dari versi sebagaimana terlampir (sesuai dengan yang diberikan oleh si orang tadi). Katanya, Jaljalut ini sungguh berasa kuat untuk mengusir segala pengganggu, baik yang samar maupun yang nyata, juga tameng sebagai perlindungan diri.

Dalam Jaljalut, terdapat beberapa kosa kata Suryani. Bahasa ini secara muasal dapat ditelusuri dari Arami Kuno, satu akar dengan Bahasa Arab dan Ibrani. Kata-kata tersebut merupakan padanan Asmaul Husna. Dalam sebuah riwayat, Nabi pernah bersabda, bahwa ada empat orang nabi yang berasal dari tradisi Suryani: Nabi Adam, Nabi Syits; Nabi Akhnukh (yakni Nabi Idris, orang yang pertama kali menulis dengan pena) dan Nabi Nuh.

Sumber bahasa Suryani ini saya dapatkan dari pelbagai sumber, baik di internet dan terutama dari si orang tadi, orang yang menyuruh saya menerjemahkan ini, dan tidak mau diketahui.

آجٍ (الله), أهُوْجٍ (ألأحد), جلَّ جَلْيُوْتٍ (البَدِيْع), جَلْجَلَتْ (القادِر), هَيْ (الكافِى), هَلٍّ (الوَدوْد), هَلْهَلَتْ (الباسِط), طَيْطَغَتْ (الحَيُّ), غَلْمَهَتْ (القَهار ذوالبَطْش الشديد), شَمَاخٍ (الحليم), اَشْمَخٍ (الخالق), سَلْمَةٍ سَمَتْ (السلام), صَمْصامٍ (البارى), مِهْرَاشٍ (الثابت), طَمْطَامٍ (القوي المتين), بَازِخٍ (الجاليل), شَرَنْطَخٍ (الحي الباقى), بَرْهُوْتٍ (الرحيم), يَاهٍ (هو الله), يُوْهٍ (الأول الأخر), نَمُوْهٍ (الظاهر), اصَالِيَا (الباطن), نَجَا عَالِياً (الوكيل), صَلْصَلَتْ (الكافى), حَوْسَمَتْ (القابِضُ), حَوْسَمٍ (الرحمن), دَرْسَمٍ (الرحيم), بَرَاسِمِ (الظاهيرْ), شَلْمَهَتْ (الفتاح), ارْمَخَتْ (الغني المغني), تَعْدَادٍ (القوي), اَيْزَامٍ (المتين), سَنْدَدِ كاهِرٍ (المُجيبُ), بِهْرَاةٍ تَبْرِيْزٍ (الأول الأخر), تَكِرٍ (النور), أبَارِيْخُ (الحكم), بَيْرُخٍ (العدل), بَيْرُوْخُ (العزيز في جبروته), بَرْخُوَا (المُعِزُ), شَمَارِيْخُ (المبدئ),شِيْرَاخٍ (المعيْد), شَرُوْخٍ (القريْب), تَشَمَّخَتْ (عالم السر), يَمْلِيْخٍ (القيُّوْمُ), شَمْياثَا (الحقُّ), يَانُوْخٌ (الوكيْل), دَمِيْخٌ (الكريم), يَشْممُوْخٍ (الحنان), على مانَرُمْ حَقًّايَرَوْنَ بِقَنْضَبٍ (الله غالب على أمره), تَنَاوٍ (الحسيب), كمَاهٍ (ربِّى), اَوَاهٍ (المحي), هشْكاشٍ هشْكاشٍ (الولى المتعال), بِهْرامٍ (العزيْز), سَمْخَنا (الرحمن), شَلْمَخَا (المُغنى), شَلْمَخٌ (المعزُّ), عَيْطَلا (القوي القاهر

Wallahu a’lam



01 Maret 2020

Menerjemahkan Puisi (Arab) Bermetrum



ثَلاَثَةٌ تُشرقُ الدُّنيَا بِبَهْجَتهَا # شَمْس الضحىَ وكامُودانْ كامُو والقَمَرُ
Tiga ihwal yang bikin dunia terang gemilang # matahari pagi, kamu, dan juga bulan purnama

Ini adalah puisi plesetan, bukan “iqtibas” karena yang dikutip nyaris utuh dan saya hanya mengganti frasa Abu Ishaq ke “kamu dan kamu”. Larik puisi asli karya "Muhammad Bin Wahib", menggunakan metrum Bahrul Basith. Ini adalah puisi madah, pujian untuk Al-Mu'tashim Billah.

Robert Frost tidak yakin puisi bisa diterjemahkan, sebab watak bahasa sumber dan bahasa sasaran yang (jauh) berbeda (seperti rumpun Semit dan non-Semit) akan mereduksi banyak hal di dalamnya. Maka, jika sebuah puisi terpaksa harus diterjemahkan, yang harus dilakukan adalah menjaga unsur-unsur dasar seketat mungkin agar tetap serupa atau berdekatan, seperti bunyi akhir atau rima serta ‘scansion’ atau taqthi'-nya (jika puisi tersebut menggunakan metrum tertentu) sehingga pemenggalan suku kata versi terjemahannya bisa sangat mirip dengan versi aslinya.

ثَلاَثَةٌ تُشرقُ الدُّنيَا بِبَهْجَتهَا
(فَاعِلُنْ) (مُسْتَـفْعِلُنْ) (فَاعِلُنْ) (مُسْتَـفْعِلُنْ)
(tiga ihwal) - (yang bikin) - (dun-ya terang) - (gemilang)

Namun, jika puisi tidak ketat dalam metrumnya, maka sekurangnya kita bisa menerjemahkan bentuk atau polanya. Berikut adalah contoh puisi rubaiyat Omar al-Khayyam yang ditulis dalam bahasa Persia tapi diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab oleh Ahmad Ramy dan diindonesiakan oleh saya (M. Faizi). Karena pola puisi adalah kuatrin, yakni empat larik dalam satu bait dengan sistem perimaan A-A-B-A, maka yang saya lakukan adalah menyamakan rima akhirnya, menjadi A-A-B-A juga. Inilah contoh penggalan puisinya.

أفِقْ خَفيفَ الظِلِ هذا السَحَر
نادى دَعِ النومَ وناغِ الوَتَر
فما أطالَ النومُ عُمرأ
ولا قَصَرَ في الأعمارَ طولُ السَهَر
Bangunlah, wahai si lena, di tengah malam gulita
Bangun, tinggalkan tidur, sapalah yang Esa
Sebab tidur tak akan memperpanjang umur
Demikian juga ia tak akan mengurangi usia

Bahar-bahar dalam bahasa Arab itu ada rujukannya. Salah satu bahar yang populer adalah bahar basith sebagaimana diterapkan pada puisi contoh di awal. Konon, inspirasi Bahar Basith sendiri berasal dari penggalan ayat Alquran Surah Al-Ahqaf, ayat 25, yang berbunyi: فَأَصْبَحُوا لَا يُرَىٰ إِلَّا مَسَاكِنُهُمْ. Metrum ini biasa digunakan untuk syiir pujian, seperti Burdah Al-Bushiri, beda dengan bahar rajaz yang biasanya digunakan untuk nazam (puisi tapi digunakan untuk konten pelajaran). Jadi, metrum juga memiliki karakteristiknya sendiri-sendiri.

Kembali ke masalah penerjemahan puisi, utamanya untuk puisi bahasa Arab, lebih-lebih puisi terikat atau syiir yang menggunakan bahar, maka cara menerjemahkannya upayakan agar proses penerjemahannya juga menjaga pemenggalan kata agar bisa sesuai dan pas dengan sumber aslinya, sekurang-kurangnya agar ketika dibaca dan dilagukan dengan metrum yang digunakan menjadi pas. Sebab, dalam puisi terikat dan bermetrum itu, puisi tidak semata-mata hanya dinilai berdasarkan diksi dan rima, tapi juga mempertimbangkan unsur musikalitasnya.

Mari kita lihat terjemahan Burdah pada bagian awal. Kita terjemahkan dulu secara agak longgar, yakni hanya 'sekadar' menyamakan akhiran bunyinya saja. Seperti ini contohnya

أمِنْ تَذَكُّرِ جِيران بِذِي سَلَمٍ # مَزَجْتَ دَمْعاً جَرَى مِنْ مُقْلَةٍ بِدَمِ
Apakah karena ingat seorang kawan dari Dzi Salam
sehingga air mata dengan darah engkau menguli?
 
أمْ هَبَّتْ الريحُ مِنْ تِلْقاءِ كاظِمَةٍ # وأوْمَضَ البَرْقُ فِي الظلْماءِ مِنْ إضَمِ
Ataukah karena hembusan angin dari Kazimah,
atau sebab denyaran kilat dalam gelap dari oase Idami?

فما لِعَيْنَيْكَ إنْ قُلْتَ اكْفُفاهَمَتا # وَما لِقَلْبِكَ إنْ قُلْتَ اسْتَفِقْ يَهِمِ
Mengapa matamu itu, yang ketika kautagak, ia menangis?
Mengapa pula hatimu, yang ketika kaubujuk, ia tetap jeri?

أَيَحْسَبُ الصَّبُّ أنَّ الحُبَّ مُنْكتِمٌ # ما بَيْنَ مُنْسَجِمٍ منهُ ومُضْطَرِمِ
Adakah si pencinta menduga bahwa cinta terselubung
di antara cucuran air mata dan bergejolaknya hati?

Akan tetapi, apabila kita mau lebih serius lagi, maka kita dapat memperketat terjemahannnya sehingga ia bisa menyejajari (meskipun itu tidak mungkin) dengan sumber asalnya. Paling tidak, kita juga menggunakan pemotongan kata (scansion) atau taqthi' dalam arudl sehingga jumlah suku kata dalam bahasa Indonesia juga sama dengan jumlah suku kata dalam Bahasa Arab. Dalam kasus bahar basith ini, jumlahnya adalah 14. Mari diperhatikan. 


أمِنْ تَذَكُّرِ جِيران بِذِي سَلَمٍ # مَزَجْتَ دَمْعاً جَرَى مِنْ مُقْلَةٍ بِدَمِ
Apakah kar/na ingat/ sorang kawan/ Dzi Salam
hingga air/ matamu/ dengan darah/ di-uli?

أمْ هَبَّتْ الريحُ مِنْ تِلْقاءِ كاظِمَةٍ # وأوْمَضَ البَرْقُ فِي الظلْماءِ مِنْ إضَمِ
Atau karna/ hembusan/ angin dari/ Kazimah,
atau denya/ran kilat/ dalam gelap/ Idami?

فما لِعَيْنَيْكَ إنْ قُلْتَ اكْفُفاهَمَتا # وَما لِقَلْبِكَ إنْ قُلْتَ اسْتَفِقْ يَهِمِ
Mengapa ma/tamu kau/tagak tetap/ menangis?
Juga hati/ kaubujuk/ tapi tetap/lah jeri?

أَيَحْسَبُ الصَّبُّ أنَّ الحُبَّ مُنْكتِمٌ # ما بَيْنَ مُنْسَجِمٍ منهُ ومُضْطَرِمِ
Adakah pen/cinta men/duga cinta/ tersaput
di antara/ tangisan/ dan gejolak/nya hati?

Dalam kasus penerjemahan 14 suku kata di atas agar sesuai dengan bahar, memang ada kesan 'dipaksakan'. Tapi, memang hanya dengan cara seperti itu kalau kita mau terlalu ngotot agar terjemahan semirip mungkin dengana aslinya. Meskipun itu tidak akan pernah benar-benar tercapai, paling kita tidak telah berusaha secara maksimal.  

Demikianlah salah satu gambaran penerjemahan puisi itu, sesuatu---yang menurut Robert Frost--tidak akan pernah mungkin terjadi. Sungguh, nerjemahkan puisi itu sulit, mau menerbitkannya juga sulit, giliran mau dijual, dengan mudahnya diminta oleh teman-teman sendiri. Terima saja, begitulah nasib buku puisi di sini.

02 Januari 2020

Selamat Tahun Baru, Sajadah



Berdiri untuk shalat.
bilang menyembah Allah
padahal hanya menyembah rakaat
Kau tahu kenapa?
Karena tak ada shalat
bagi yang pongah dalam maksiat

Merunduk untuk rukuk.
bilang menyembah Allah
padahal hanya membungkuk
Kau tahu kenapa?
Karena tak ada yang rukuk
sejauh merduk dalam pelupuk

Merendah untuk sujud
bilang menyembah Allah
padahal sedang dirundung kalut
Kau tahu kenapa?
Aku tak tahu mengapa kamu tak tahu
menyembah seperti pengecut

setelah biut terbayang maut

1/1/2020