10 September 2013

Cara Kiai yang Penyair Memperlakukan Puisi (Telaah Atas Buku Permaisuri Malamku Karya M. Faizi )


Oleh Moh. Ghufron Cholid

Sebab buku puisi Permaisuri Malamku karya M. Faizi bukan buku astronomi tentunya, saya akan meniliknya bagaimana seorang kiai memperlakukan puisi? Adakah latar belakang penyair mempengaruhi puisi-puisi yang ditulisnya, inilah yang hendak saya cari saat saya bertemu dengan buku puisi yang ditulis oleh seorang kiai.

Penyair yang begitu terpesona dengan malam, berbagi pandangan dan kembara lewat puisi-puisinya. Tentu akan menarik bila dibaca dan dihayati. Wallaylu libasa (Dan malam serupa baju) wannahari ma’asya (Dan siang serupa medan juang), lalu mengapa penyair lebih tertarik pada malam. Apakah malam lebih menakjubkan daripada siang.

Saya mulai mencari lembar demi lembar puisi untuk menemukan rasa penasaran saya. Ia menulis begi dalam puisi yang ia beri judul Surat Cinta untuk Malam

………
Pendar gugus bintang semesta raya
Jika engkaulah alamat kebenaran
Maka perkenankan,
Sepanjang hidupku menjadi malam
………

Barangkali malam telah menjadi kekasih yang anggun bagi penyair dalam mencari alamat kebenaran, barangkali pesona malam lebih menyilaukan daripada siang. Barangkali penyair lebih tertarik mengungkap rahasia malam, sehingga dengan setia dan penuh ketegasan, jika malam adalah alamat kebenaran maka tak segan-segan penyair mau menjadi malam sepanjang hidup.

Lalu apakah kecintaan penyair pada malam hanya sekedar omong kosong, menghibur diri saja tanpa melakukan perjuangan yang berarti. Tentu penyair bukan diri yang suka berpangku tangan dalam pengembaraan malam, dalam pengembaraan mencari alamat kebenaran, maka dalam puisi berjudul Permaisuri Malamku, ia menulis begini

…………..
saat cahaya bermakna bagi gelap
dan kubiarkan sepi melukaiku
butuh perih untuk menghargai nikmat
……………

Begitu anggun penyair mengurai malam yang dianggapnya permaisuri, begitu indah perjalanan penyair mencari alamat kebenaran, penyair membiarkan sepi melukai agar lebih bisa bersyukuri memaknai nikmat.

Malam berisi sepi, kesepian yang membuat cinta diuji, kesepian pula yang membuat pikiran melayang ke negeri antah berantah mencari sesuatu yang begitu berarti. Penyair telah menemukan alamat kebenaran kalau malam berisi sepi, kalau sepi bisa melukai diri, melukai kenangan, melukai ketabahan, namun bercinta dengan malam akan lebih mendewasakan batin, lebih menghargai karunia sehingga dengannya bisa tumbuh pohon syukur.

Puisi dan Latar Belakang Penyair

Adakah hubungan antara puisi dengan latar belakang penyairnya, bisa ia bisa juga tidak, bagaimana cara mengetahui hubungan tersebut, barangkali dengan cara mengkaji hasil karya yang dimiliki. Buku Permaisuri Malamku adalah buku puisi yang ditulis oleh Kiai yang juga penyair. Maka membaca buku ini kita akan dibawa masuk mengembara ke dalam puisi yang penuh daya renung.

Ia menulis begini dalam puisinya yang berjudul Namaku Malam, Namaku malam/kepingan waktu yang membentuk subuh/engkau fajar, merah ditempa matahari

Jadi malam merupakan kepingan waktu yang akan mengantar pada subuh, sebuah pintu pembuka bahwa berkencan mimpi telah usai dan mimpi harus diterjemahkan. Dalam puisi yang lain berjudul Jemputan, penyair menulis begini, Aku terisak/alangkah mahal jemputan/bagi sebuah kepergian.

Puisi yang tercipta di Terminal Bis Tirtonadi entah merupakan suatu kebetulan atau memang disengaja menyampaikan isyarat mistis, betapa jemputan begitu mahal. Betapa jemputan harus membawa bekal yang cukup agar tak menjadi orang linglung.

Bisa jadi yang disebut mahal harga jemputan adalah ajal, betapa ajal begitu mahal dan tak bisa ditawar. Bisa saja yang dimaksud jemputan dari puisi adalah makna yang sebenarnya bahwa penyair memang sedang menunggu jemputan dari handautaulan, jika didasarkan pada Terminal Bis Tirtonadi barangkali dua makna yang dihasilkan makna kias dan makna sebenarnya.

Barangkali latar belakang penyairlah yang membuat puisi ini terkesan mistis. Memiliki makna ganda yang ingin disampaikan kepada khalayak pembaca.

Yang tak kalah menariknya kesan mistis yang dihasilkan penyair yang memiliki latar belakang pendidikan pesantren ada pada puisi Lembar-lembar Cahaya,ia menulis begini, Lembar-lembar cahaya/dibuka satu demi satu/menyibak rahasia/ke rahasia berikutnya, barangkali pula karena pesan mistis yang dikandung puisi ini maka Andy Fuller seorang pengamat budaya dan sastra Indonesia komtemporer menerjemahkan puisi ini ke dalam bahasa Inggris dengan judul  Pages of Light.

Penutup
Penyair yang memiliki latar belakang pesantren karyanya kental dengan sisi religinya, pada permaisuri malamku buku yang ditulis oleh penyair yang kiai atau kiai yang penyair, berusaha mengungkap kembara malam. Dalam Surat Cinta untuk Malam, sangat terasa nilai relijinya, jika engkaulah alamat kebenaran/maka perkenankan/ sepanjang hidupku menjadi malam// atau pada puisi Lembar-lembar Cahaya, Lembar-lembar cahaya/dibuka satu demi satu/menyibak rahasia/ke rahasia berikutnya//.

Sebab Permaisuri Malamku adalah buku puisi maka yang lebih ditekankan dalam buku ini bukan untuk membahas astronomi secara keseluruhan melainkan menyingkap rahasia malam. Hal ini bisa ditemukan dengan tegas penyair menyatakan pandangannya dalam puisi berjudul Permaisuri Malamku yang ia pilih sebagai pamungkas atau sebagai judul buku. Penyair menulis begini, saat cahaya bermakna bagi gelap/kubiarkan sepi melukaiku/butuh perih untuk menghargai nikmat.

Jadi jika membaca buku ini anda berharap mendapatkan ilmu tentang astronomi dengan segala tetek bengeknya barangkali buku ini kurang tepat untuk anda baca namun jika anda ingin menemukan rahasia malam atau kembara penyair yang kiai dalam mengungkap malam, maka buku ini layak anda baca.

Kamar Cinta,9 September 2013

Sumber: Facebook

07 September 2013

اسْمِيْ سَدَفَةٌ (Namaku Malam)

اسْمِيْ سَدَفَةٌ
(أَنَا) مِنَ الْآمَادِ بِضْعَةٌ يَنْجُمُ  مِنْهَا الْفَلَقُ
وَ أَنْتَ فَجْرٌ مَعَ الشَّارِقِ مُحْمَرٌّ
أَيُّهَا النَّهَارُ، عَمَّ يَبْحَثُوْنَ؟
إِنْ هُوَ إِلاَّ نُوْرٌ
فَبِمَا تَاهَ هُمْ يَظْفَرُوْنَ
وَ انْكَشَفَ مَا انْكَتَمَ مِنَ الْأَسْرَارِ
فَعَلَى الْجُلُوْسِ بَرَكْنَا ظَهْرًا لِظَهْرٍ
وَ إِلَى الْمَشْرِقَيْنِ  نَحَوْنَا وَجْهًا عَنْ وَجْهٍ
فَبِمَا سَوَاءٍ كُنَّا قَائِلِيْنَ
"إِنَّمَا يُرَامُ لَدَيْنَا ثَبَاتٌ فِيْ قِبَالٍ."
فَأَيْنَ يَسْتَقِرُّ ذُوْ غَمْضٍ وَ خَفَاءٍ؟
كَلاَّ، إِنَّ اسْمِيْ لَسَدَفَةٌ
وَ لاَ تَدْعُوْنِيْ مِنْ دُوْنِهِ
لاَ يَرْمُقُ  أَمْرٌ غَيْرَهُ مِنْ مُبَايَنَةٍ
كَمَا لِعِلْمٍ وَ جَهْلٍ مِنْ مُقَابَلَةٍ
فَلَيْسَ بَيْنَهُمَا دَوْرٌ فِيْهِ يَشْتَرِكَانِ

(21/09/2007)

تعريب: Sutrisno Dahlan