31 Desember 2009
Di Maqbarah Tebu Ireng
—من لم يحـزن بموت العـالم فهو منـافـق—
Aku mencium karomah di sini
wewangian yang tersedak
manakala aku terlalu dalam menarik napas
tapi terlalu menyengat
kalau kubiar saja melintas
Di maqbarah ini,
betapa tubuh jadi kaku
melihat senarai nama
ulama-ulama yang berjuang membela negara
ataupun yang gugur melawan kebodohan
Santri yang membaca dan menghapal Al-Quran
para tamu, dan juga mereka yang hadir
di luar batas mata-penglihatan
berkumpul di sini, di maqbarah ini
Aku bergidik:
adalah ilmu sebagai tanju
merawat si empunya dari gelap waktu
aku menakik:
adalah istiqamah ‘ainul karomah
kemuliaanlah bagi seisi maqbarah
Tiba-tiba, serasa seseorang menepuk bahu
saat aku meninggalkan tempat itu
seolah melarangku pergi
“Hendak ke mana?”
aku tak menjawab dan terus melangkah
ke luar areal maqbarah
menjejak, tertunduk memandang ke bawah
“Alangkah bahagia engkau, Tanah
dipilih alim-ulama jadi maqbarah…”
23/8/2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Puisi ini diterbitkan sebagai persembahan bagi KH Abdurrahman Wahid (wafat 30 Desember 2009, pukul 18:45 di Jakarta) yang sedianya juga akan dikebumikan di Maqbarah Tebu Ireng (nanti pagi, 31 Desember 2009) bersama ayahandanya (Kiai Wahid Hasyim), serta kakeknya (Kiai Hasyim Asy'ari),juga bersama Kiai Maksum, Kiai Yusuf, Kiai Bisri, dan lainnya. Walahum al-Fatihah...
BalasHapusamiiin...
BalasHapussaya hanya bisa merasa, tak bisa berkata se arwah kalimat2 sampyan, Ra...
Dan "Tiba-tiba, terasa seseorang menepuk pundakku" adalah bukti keakraban sampyan dengan nisan-nisan sejarah yg tak lekang...
(essih, kaule magawat, ghi?)
Iya...
BalasHapusmator sakalangkong komentarnya...
--mantap!
@Partelon: tidak ada yang menepuk, kok, cuma sok Ge-eR saja saya... merasa ada yang menepuk. Memang, waktu itu masih pagi dan sepi.
BalasHapusMimang kalo ziarah ke makam2 aulia ada 'ghirah' yang begitu terasa.... semoga bisa meneladaninya.... Al-Fatihah...
BalasHapus(baca Al-Fatihah)
BalasHapus