Dunia Kapur Rudy Tabuti (Sainul Hermawan)
Nauka berteriak semangat memanggil ayahnya
“Lihat Ayah, Rudy mau menggambar Banjarmasin.”
Sungai Martapura digambar tanpa sampah
Selalu penuh jukung hias mengantar
para pelesir menyisir banua
Sepanjang tepiannya orang-orang bercengkrama santai
Menikmati soto Banjar, untuk-untuk, binka, buras, lontong Kandangan
Bernaung di warung-warung beratap sirap ulin
Asyik menyantap musik panting dan madah-madah madihin
Tapi Rudy tiba-tiba berhenti
Penghapus sudah siap di tangan kirinya
Nauka tiba-tiba menyeru layar kaca itu
“Teruskan Rudy sang pencipta, kamu tak pernah salah.”
Rudy tentu tak bisa dengar karena ia manusia kartun di layar kaca
Tapi kenapa dia berkata, “Maaf anak-anak di seluruh dunia
Ini bukan gambar kota yang benar. Aku harus menghapusnya.”
Papan Rudy kembali hitam dan dia siap menggambar kota lain
Nauka berteriak lagi mengajak ayahnya terus nonton
Lihat ayah, Rudy mau menggambar Banjarbaru.”
Dengan kapur hijau dia menggambar perbukitan
Di atasnya digambar kampus pendidikan termegah: the
center of excellence
Setiap gedung rata-rata berlantai tiga tanpa sampah
Sampah orasi mahasiswa
Sampah cermah dosen-dosennya
Sampah birokrasi
Tapi, lagi-lagi Rudy tiba-tiba berhenti
Penghapus sudah siap di tangan kirinya
Nauka tiba-tiba menyeru layar kaca itu
“Teruskan Rudy sang pencipta, kamu tak pernah salah.”
Rudy pasti tak bisa dengar karena ia manusia kartun di layar kaca
Tapi kenapa dia berkata, “Maaf anak-anak di seluruh dunia,
Ini bukan kota dengan sekolah yang benar.
Aku harus menghapusnya.”
Papan Rudy kembali hitam dan dia siap menggambar kota lain
Kayutangi, 29 Maret 2006
Ini adalah puisi karya Sainul Hermawan, seorang penyair cum dosen di
Universitas Lambung Mangkurat, Kalimantan Selatan. Puisi ini dicuplik dari
bukunya, Mata untuk Mama (Scripta Cendekia, 2009), yang notabene merupakan
kumpulan cerpen dan puisi.
Dunia Kapur Rudy Tabuti
Nauka berteriak semangat memanggil ayahnya
“Lihat Ayah, Rudy mau menggambar Banjarmasin.”
Kita dapat dengan mudah menduga, bahwa tokoh Nauka dalam puisi ini adalah
anak si penyair dan yang disebut ayah adalah si penyair itu sendiri: Sainul
Hermawan. Kita dapat berfantasi soal ini, terutama bagi mereka yang telah
menjadi ayah dan punya anak kecil. Demikianlah cara anak mencari perhatian
ayahnya, memanggil-manggil dengan suara yang tinggi meskipun sedang berada di
sampingnya, lebih-lebih jika yang ingin ditunjukkan si anak merupakan hal baru
dalam dunianya.
Adapun Rudy Tabuti sendiri adalah tokoh dalam Chalkzone, kartun kapur ajaib
yang mewujudkan apa pun yang diinginkan si penggambar. Kartun ini menggambarkan
fantasi anak-anak yang dapat meluruhkan segala ketidakmungkinan di dunia nyata.
Gajah masuk pipa ledeng tidak mungkin terjadi, itu hal itu ada dalam kartun Tom
& Jerry. Anak-anak menerima itu sebagai suatu fantasi yang (mungkin) nyata
karena mereka tidak pernah membantahnya.
Kejutan dalam dua kalimat pembuka di atas tersebut bukanlah Rudy, melainkan
karena ia menggambar kota tempat si Nuaka tinggal, yaitu Banjarmasin, suatu hal
yang mungkin istimewa karena kota tersebut dikenal pula oleh pemeran film
kartun dunia. Akan tetapi, yang mengambil peran berikutnya adalah si ayah,
yaitu sang penyair, karena ia menggambarkan gaya ironi si Rudy, sebagaimana
Sungai Martapura digambar tanpa sampah (padahal mestinya
kotor dan berlimbah. Sungai tersebut ditampilkan sisi indahnya saja, seperti)
Selalu penuh jukung hias (sampan kecil untuk pariwisata) mengantar para
(orang yang ber-) pelesir menyisir banua (banua adalah
sebutan untuk suku Dayak yang tinggal di sepanjang bantaran sungai, khususnya
di Kalimantan. Keintiman wisata itu juga terlukis dalam bait berikut:)
Sepanjang tepiannya orang-orang bercengkrama santai
Menikmati soto Banjar, untuk-untuk, binka, buras, lontong Kandangan (jenis-jenis kuliner khas lokal)
Bernaung di warung-warung beratap sirap ulin
Asyik menyantap musik panting dan madah-madah madihin (“madah” berarti pujian dan “madihin” adalah pelakukan, yakni orang yang
memuji. Namun, “madah madihin” sendiri merupakan kesenian Kalimantan Selatan,
yang biasanya dipentaskan bersama alat musik berdawai yang disebut panting,
sejenis gitar khas Tapin)
Ketika si tokoh terpesona pada gambar Rudy, ia terkejut karena gambar indah
itu akan dihapusnya. Nauka tidak terima. Ia memberi semangat Rudy agar
melanjutkan kerjanya.
Tapi Rudy tiba-tiba berhenti
Penghapus sudah siap di tangan kirinya
Nauka tiba-tiba menyeru layar kaca itu
“Teruskan Rudy sang pencipta, kamu tak pernah salah.”
Nah, pada bagian ini si penyair mengambil peran, menekankan ironi menemukan
tempatnya di dalam larik-larik puisi, bahwa apa anak-anak (dan begitu pula
orang dewasa yang kekanak-kanakan) cenderung hanya ingin melihat kenyataan
berdasarkan sisi baiknya saja, serta cenderung menutupi sisi gelapnya. Pada
bagian ini adalah gambaran bagaimana si Rudy harus bersikap: menggambarkan
kenyataan.
Rudy tentu tak bisa dengar karena ia manusia kartun di layar kaca
Tapi kenapa dia berkata, “Maaf anak-anak di seluruh dunia
Ini bukan gambar kota yang benar. Aku harus menghapusnya.”
Papan Rudy kembali hitam dan dia siap menggambar kota lain
Pada dasarnya, puisi “Dunia Kapur Rudy Tabuti” ini terdiri dari dua bagian
dan keduanya, secara pola dan susunannya mirip. Yang berbeda hanya pada bagian latar
saja. Yang sudah saya ulas di atas anggap saja sebagai pertama dan yang berikut
ini adalah bagian kedua. .
Nauka berteriak lagi mengajak ayahnya terus nonton
Lihat ayah, Rudy mau menggambar Banjarbaru.”
Sama dengan pola dua bari pertama, bagian ini kembali Nauka meminta
perhatian si ayah (penyair). Yang membedakan dengan bagian pertama di atas, bagian
ini menampilkan kota Banjarbaru sebagai latarnya. Suasana yang dibanugn pun
berbeda,
Dengan kapur hijau dia menggambar perbukitan
Di atasnya digambar kampus pendidikan termegah: the
center of excellence
Setiap gedung rata-rata berlantai tiga tanpa sampah
(Tiga larik di atas ini merupakan gambaran lembaga pendidikan tinggi yang
oleh penyair,melalui tangan Rudy dan kapurnya, digambarkan sebagai lambang
rujukan, asri pula, dan megah. Sempurnalah ia. Tapi, mengapa gedung berlantai
disandingkan dengan sampah? Sama seperti bagian pertama, sungai diandaikan
bersanding dengan kebersihan, tanpa sampah. Barangkali, begitulah satire
dibuat, bahwa sungai Martapura itu kotor dan gedung yang megah itu banyak sampah.
kita tidak tahu, kampus apakah yang dimaksud si penyair, tapi besar kemungkinan
adalah kampus tempat dia mengabdi. Kok bisa dia mengejek rumah sendiri? Bukan mengejek,
agaknya ini refleksi, kritik untuk diri sendiri, karena sejauh ini ia menemukan)
Sampah orasi mahasiswa
Sampah cermah dosen-dosennya
Sampah birokrasi
(di kampus yang katanya the center of excellence tersebut).
Masih seperti sebelumnya, gayanya masih sama: mengulang ucapan Nauka dalam
memberi semangat terhadap si tokoh cerita, Rudy Tabuti.
Tapi, lagi-lagi Rudy tiba-tiba berhenti
Penghapus sudah siap di tangan kirinya
Nauka tiba-tiba menyeru layar kaca itu
“Teruskan Rudy sang pencipta, kamu tak pernah salah.”
Rudy pasti tak bisa dengar karena ia manusia kartun di layar kaca
Tapi kenapa dia berkata, “Maaf anak-anak di seluruh dunia,
Ini bukan kota dengan sekolah yang benar.
Aku harus menghapusnya.”
Papan Rudy kembali hitam dan dia siap menggambar kota lain
Kayutangi, 29 Maret 2006
Ada dua gagasan penting di sini: pertama, “bukan gambar kota yang benar”
dan “bukan kota dengan sekolah yang benar”. Itulah mengapa Rudy harus menghapus
dan membuat gambar yang lain, yang meskipun tidak fantastis dalam karya, tapi
lebih ikonik, lebih dekat dengan kenyataan. Begitulah cara penyair mengkritik,
tidak harus dengan kata dan tangannya sendiri. Sainul Hermawan meminjam kapur
Rudy dan tokoh Nauka untuk menjelaskan gagasannya, bahwa Banjarmasin dan
Banjarbaru adalah dua kota yang meskipun punya sejarah yang hebat, tapi menurutnya
belum benar-benar seperti yang diharapkan oleh masyarakatnya.
Wallahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
* Biasakan Mengutip Sumber/Referensi
* Terima Kasih Telah Membaca/Berkomentar