03 Mei 2013

Kularutkan Cemas, Kularutkan Harap


Kularutkan cemas ini ke dalam hatimu, Nak
agar segera kutemukan warnanya,
hitam-putihnya,
atau warna di antaranya: kelabu

Anak-anak yang tadi berangkat ke sekolah
kulihat wajahnya mendadak tua
hanya setelah terdengar bunyi bel istirahat pertama
kerut di dahi dan urat-uratnya menegang
seperti layar menahan angin
seperti gairah menahan inign

Satu-dua guru masuk ke kelas
tidak, sebetulnya mereka tidak ada di dalam kelasmu
ada banyak bagian lain pada dirinya
yang tertinggal di rumah, tersangkut di pepohonan
sepanjang jalan menuju madrasah
menempel seperti label pada harga-harga

Di jalanan menuju sekolah
kulihat orang-orang pintar membuat onar
menyalip pada pandangan tak bebas
membuang klakson ke sembarang telinga
memakai motor tanpa pajak
membawa mobil hasil ‘bancak’
mungkin mereka betul belajar akhlak
dan menganggap ibadah hanya pergi ke mushalla
namun pikirannya menjalar kemana-mana

Darinya, lahirlah siswa teladan, sarjana cumlaude
alumni sukses, dan bekerja di kantor-kantor
menetapkan undang-undang, mengambil kebijakan
dengan pengetahuan, tapi tanpa keteladanan

Ah, masa?
ya, mereka yang tahu tanpa amalan
atau bodoh tapi mengambil keputusan

Maka, kularutkan harap ini ke dalam hatimu, Nak
dengan semangat guru dari masa lalu
mereka yang terlahir karena panggilan
bukan karena kepepet mencari pekerjaan

19/3/2013


4 komentar:

  1. Senang sekali membaca karya-karya anda Pak Kiai.. Salam.. ^_^

    BalasHapus
  2. @Imam:L terima kasih sudah mau datang ke tempat yang sepi ini :-)

    BalasHapus
  3. wah menyentuh sekali Kyai, suka :)

    BalasHapus
  4. @Muhammad Rasyid Ridho: terima kasih jika memang begitu kenyataan puitiknya... salam

    BalasHapus

* Biasakan Mengutip Sumber/Referensi
* Terima Kasih Telah Membaca/Berkomentar