SURAT CINTA UNTUK MALAM
Kilatan
cahaya yang berpendar
redup
dan berdenyar
seperti
jantungku, mengatup dan mekar
perkenalkan,
aku bernama malam
“Saya
berdiri di bawah kubah langit
beradu
pandang dengan polaris
zenit,
inikah langit yang puitis?
langit
ibarat yang tak tersingkap
sebagai
ejaan di ujung abjad
“Baiklah,
saya akan bergerak menjauh
untuk
membuat kesimpulan lama perjalanan
tahun
cahaya semesta dalam bola mata:
kesimpulan
dalam pengandaian
sebab,
tugas teori hanya untuk
meremajakan
akal-pikiran
agar
selalu salah
dalam
mengambil keputusan benar
“Saya
merancang sebuah kepastian
langkah
tertatih: ujicoba dan praduga
sains,
saya berjalan ke arahmu
yang
benar dalam kesementaraan
dan
salah dalam ketegangan”
Bintang-bintang
di langit
alangkah
indah cahaya
dari
nadir menuju zenit
hanya
sejengkal
kecil
bukan pada wujud
tapi
pada mata orang yang memandang
Engkau
mendekat dalam teropong
tapi
menjauh dalam pengertian
kita
bergerak; mendekat-menjauh
berpikir
dalam pengandaian
berkembang
dalam ketakterjangkauan
entah
di galaksi mana
kebenaran
kita akan saling berpapasan
Mari
kita terus beradu pandang
hingga
kelak engkau dan aku sama-sama tahu
aku
diciptakan untuk memahamimu
atau
engkau diciptakan untuk menopang wujudku?
Bintang-bintang
di langit malam
janganlah
berkedip!
dan
engkau tak berkesip
kalian,
bermilyar-milyar mata memandang ke mari
tersenyum
takjub memandang kami:
mengapa
titik kecil yang berpikir itu
tak
mampu mencari alasan
untuk
apa gugusan cahaya raksasa ini dinyalakan
Pendar
gugus bintang semesta raya
jika
engkaulah alamat kebenaran
maka
perkenankan,
sepanjang
hidupku menjadi malam
14/08/2007
PERMAISURI MALAMKU
Kerlip mata malammu
jumpalitan jatuh ke cahaya mukaku
Kita memang tidak saling bersama
sebab ruang tempat aku duduk
di balik meja melihat cakrawala
begitu jauh pada batas dimensimu
kita, sama-sama benda yang hidup
tapi berbeda dalam pengertiannya
Di sini, aku telentang sendiri
menatapmu, pendar-pendar kristal bertabur
yang indah karena berserakan
kelipnya, jumpalitan bintang-bintang di sana
aku menakar batas akhir kemampuanku
menjangkau sumber cahaya
Malam membangunkanku
pada kehendak membuat perhitungan
antara gelap dan kebekuan
atau siang dan kecemasan
lalu kutulis sebuah surat untukmu:
malam adalah matahari terbenam
meski tak sungguh-sungguh terbenam
Maka, kedip matamu
ribuan bintang, jumpalitan dalam sekejap
dan aku segera menghitung nasib
memang benar, kita tidak bisa bersama
bagiku ruang, bagimu waktu
Kujulurkan jemari
menangkap dengan tangkup
berdebar dalam takut
hujan bintang-bintang
ke halaman luas mimpiku
menghamburkanmu ke serambi tidurku
aku menghitung-hitung saat
berbagi dua dengan waktu
menjadi satu dengan malammu
dalam ingatan yang tak lengkap
saat cahaya bermakna bagi gelap
dan kubiarkan sepi melukaiku:
butuh perih untuk menghargai nikmat
Permaisuri malamku
selalu datang dengan tanpa kehadiran
dalam rentang yang tak terjangkau pandang
karena jarak yang menghubungkan aku denganmu
semata patahan-patahan garis
yang tak henti-hentinya digabungkan
dalam sebuah pengandaian
27/06/2006
DI BUMI TAK ADA LAGI RAHASIA
Bumi
rumah sekalian kami
adalah bayangan
yang batasnya akan raib
saat sumber cahaya dipadamkan
Dan, rahasia-rahasia tak ada lagi di sini
yang bergerak dalam pikiran
yang berdetak dalam hati
saling dicuri dan diperjualbelikan
Rahasia-rahasia menyingkir
dari muka bumi ini
yang sakral dan profan
yang maya dan nyata
semakin tipis batas nilainya
Di sini tak ada lagi rahasia
hanya di langit, rahasia Tuhan tetap terkunci
sedangkan di bumi,
berharap sembunyi pada puisi
21/07/2006
NAMAKU MALAM
Namaku malam
kepingan waktu yang membentuk subuh
engkau fajar, merah ditempa matahari
Siang, apa yang mereka cari?
tak ada, selain cahaya
hingga yang hilang didapatkannya
hingga rahasia menjadi terbuka
Kita duduk beradu punggung
menghadap barat-timur
lalu, kita sama-sama berucap
“ingin rasanya kita bisa saling menghadap!”
Lalu, di manakah kelabu dan temaram?
tidak, namaku hanya malam
engkau tak bisa memanggilku di luar itu
yang satu tidak dapat menatap lainnya
sebagaimana ‘tahu’ dan ‘tidak tahu’
tak ada tempat untuk duduk bersama
21/09/2007
ENGLISH VERSION:
Love Poem to Night
("Surat Cinta untuk Malam")
translated by Kadek Krishna Adidharma
The flash of light refracts
dims and rumbles
like my heart, closing and blooming
introductions, my name is night!
“I stand below the sky’s dome
locking gaze with polaris
zenith, is this my poetic sky?
a sky of simile not unraveled
as spellings at alphabet’s mercy
“Ok, I will move further
to draw a conclusion to the long journey
the universe’s light years in the eyeball:
a conclusion in simile
because, a theory’s job is only to
return the mind to a juvenile state
to always be wrong
in making the right decision
“I am designing an exactitude
limp steps: scientific
experiments and assumptions
I try to walk towards you
the truth in impermanence
and mistake in violence”
The stars in the sky
how beautiful my light
from nadir to zenith
only the length of an outstretched palm
small not in shape
but in the eyes of the beholder
“You come closer with a telescope
but move away in understanding
we move; closer-further
thinking in simile
developing in unreachedness
not sure in which galaxy
our truth will cross paths
“Lets keep locking our gaze
so one day you and I will know
I was created to understand you
or you are created to support my shape?
“Stars in the night sky
don’t you wink
and you don’t slip away
you, billions of stars looking here
smiling in wonder gazing at us:
why can the small thinking dot
not find any reason
why this giant light arrangement is set alight!
The splash and haze of galaxies
if you are the address of truth
then please allow
my entire life to be night
14/08/2007
My Night Queen
("Permaisuri Malamku")
translated by Kadek Krishna Adidharma
The twinkle of your night eyes
somersaults down to my glowing face
We are not together, it’s true
because the space where I sit
behind this table gazing at the horizon
is so far from the limits of your dimension
we are both objects, alive
but different by definition
Here, I lay alone
gazing at you, refracted crystal spread
beautiful for your random
twinkle, somersaulting stars out there
I measure the final limit of my abilities
to reach the light’s source
Night wakes me
to a desire to count
between dark and cold
or day and anxiety
then I write a letter to you:
night is the sun sinking beyond the horizon
though it doesn’t truly sink
So, your wink
thousand stars, somersault in an instant
and I will soon count fate
its true, we cannot be together
what to me is space, to you is time
I extend my fingers
cupping hands catching
heart beating in alarm
stars raining upon
the wide yard of my dreams
spreading you to the eves of my dreams
I count the moments
sharing with time
becoming one with your night
in an incomplete memory
when light holds meaning for dark
and I let solitude wound me:
pain is necessary to appreciate pleasure
My night queen
always arriving with no presence
in an expanse unreachable by sight
because the distance that connects you and I
are merely broken lines
incessantly connected
by simile
27/06/2006
No More Secrets on Earth
("Di Bumi Tak Ada Lagi Rahasia")
translated by Kadek Krishna Adidharma
Earth
home to all of us
is a shadow
whose limits will disappear
when the source of light is extinguished
And, there are no more secrets here
that move in the mind
that beat in the heart
stolen and sold
Secrets flee
from the face of this earth
sacred and profane
maya and real
values limit thinning
Here there are no more secrets
only in the sky, God’s secret remains locked
while on earth,
it hopes to hide in poetry
21/07/2006
My Name is Night
("Namaku Malam")
translated by Kadek Krishna Adidharma
My name is night
a shard of time that shapes dawn
you are sunrise, red smote by the sun
Day, what do they seek?
nothing, but light
until the lost find it
until secrets are revealed
We sit back to back
facing west-east
then, we both utter
“how we long to look at each other!”
Then, where is grey and shadow?
no, my name is only night
you cannot call me beyond that
the one cannot gaze at the other
as ‘knowing’ and ‘not knowing’
have no place to sit together
21/09/2007
**taken from "Reason for Harmony",
Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) 2008
waw, yang baru datang dari ubud writer, puisinya boso ingglis semua, versi indonesianya dong, khusushan yang "surat cinta pada malam "
BalasHapusah ya, kok situsnya pada blogspot semua? sekali-kali multiply lah, lebih mudah dan banyak fitur asyik...hehehe aslinya ngomporin...soale saya lebih sering ol di mp. www.bunsyke.multiply.com
sih! Ra Faizi ngangkuy ca' inggris.
BalasHapussaya mau belajar nulis puisi dengan B.Inggris. boleh?
sebelumnya saya punya naskah puisi B.Inggris, tapi karena saya tidak tahu seperti apa yang benar jadi saya malu. takut salah untuk diposting di blog saya
"the poems of m faizi lead us from the silence of the deepest intimate emotions
BalasHapusup to the cosmic dimensions of the universe. with seemingly simple words and
in concentrated short lines he serenely bridges the abysses between our human
existence and the outer frontiers of space and knowledge with texts that make
me nearly breathless. every word sparkles in those poems. this is cosmic poetry
comming from a clear and bold thinking mind and a modestly feeling heart."
you see? ha! i really mean that, my friend.
best, yours martin j.
--
martin jankowski
autor: www.martin-jankowski.de
vorsitzender: www.berliner-literarische-aktion.de
kontakt: Lychener Str. 73, D-10437 Berlin
telefon: 0049-(0)30-4453719
dankeschoen :-)
HapusTerima kasih semua: Rida, Corn, Mr.Martin! sekarang saya sertakan juga edisi aslinya (Bahasa Indonesia).
BalasHapusMalam dan Siang punya tugas dan fungsi masing - masing. Dan sama - sama berarti untuk kehidupan ini. Antara keduanya harus tak boleh saling menghadap apalagi bertemu. Sebab bila terjadi hal yang demikian maka musnahlah semesta ini. Lihat bila bulan dan matahari menjadi satu maka akan terjadi gerhana. Semesta muram.Angin membisu. Laut sendu. Pepohonan jadi arca dan banyak lainnya yang gelisah. Wahai malam kau berkata benar :yang satu tidak dapat menatap lainnya/sebagaimana ‘tahu’ dan ‘tidak tahu’/tak ada tempat untuk duduk bersama///Tapi wahai malam aku jadi sembilu begitu kau mengatakan :tidak, namaku hanya malam // Kau sesungguhnya setara dengan siang ! Bahkan, tahukah kau mengapa aku memilih malam jika rinduku pada Tuhan ? Sebab kaulah satu-satunya altarku.
BalasHapusSalam hormat, Bang Arsyad, sudah meluangkan waktu untuk membaca puisi-puisi saya. Salam sastra.
BalasHapus