Senang sekali saya bisa hadir di acara diskusi buku di Kafe Pustaka, malam Ahad yang lalu 21 Juni 2025. Acara ini terselenggara atas kerjasama MORI (penerbit buku saya [Surat Cinta untuk Malam] juga buku Royyan Julian [Ranjang Poskolonial]) dengan Mas David selaku pengelola kafe. Acaranya adalah hajatan buku untuk kami berdua yang sama-sama datang dari Madura. Kedua buku itu, buku kami, adalah buku puisi, buku yang katanya paling sulit laku di Indonesia sejauh ini.
Begitu pula dengan MORI, ia penerbit kecil. Terbitannnya tidak banyak. Pendanaannya juga terbatas. Nah, dengan berkolaborasi, keduanya menjadi satu kesatuan yang besar. Sejauh ini, saya paling sering menyelenggarakan diskusi buku di Kafe Basabasi (juga Mainmain) mengingat buku-buku saya memang banyak yang terbit di Penerbit Basabasi. Maka, mendiskusikan buku di Kafe Pustaka yang tak punya penerbitan dan juga MORI yang tak punya kafe akan meninggalkan kesan yang berbeda dengan penyelenggaraan diskusi di Basabasi (Jogjakarta) yang punya dua-duanya.

Hanya hadir dalam acara diskusi buku kami tidak banyak secara jumlah, tapi sudah cukup untuk membuat semua bangku kafe terisi penuh. Salah satu hal yang membuat acara ini membahagiakan saya adalah hadirnya Prof Djoko Saryono dan Prof Aris di lokasi. Saya juga melihat kehadiran Aquarina Kharisma dan beberapa kawannya di komunitas Malang Women Writers' Society, termasuk Istie dan beberapa orang lain yang belum saya kenal. Di luar itu, yang tak kalah menyenangkannya adalah karena saya bisa ambil bonus silaturahmi dengan dulur-dulur dan kerabat. Tentu saja, hal itu dilakukan sebelum acara. Sampai di Malang pagi hari Sabtu, waktu saya gunakan untuk bertandang ke rumah Ririd di Pakisaji, juga ke rumah Rozi di Joyogrand dan bertemu dengan banyak orang di sana. Kebahagiaan yang lain adalah karena moderator, Yohan Fikri, yang menyempatkan diri untuk menulis esai panjang demi puisi saya, tepatnya demi satu puisi saya yang ada di dalam buku itu. Sungguh tidak terduga karena dia sempat menulis artikel untuk membahas puisi berjudul “Himne untuk Malam” dengan model interpretasi yang pembahasannya merambah ke mana-mana. Saya suka.
Di Kafe Pustaka, saya bertemu dengan orang-orang yang sudah saya kenal maupun dengan yang baru saya kenal meskipun sudah tahu lebih dulu lewat media sosial, seperti dengan Novi Dwi Jawahir dan Arief Rahman Hakim. Bertemu dengan kerabat, kawan, orang baru, dan bercakap-cakap singkat dengan mereka tentang apa pun yang ada di dalam hidup ini terasa sangat menyenangkan, bahkan seakan lebih penting dari acara itu sendiri. Inilah perasaan yang saya alami dan jujur harus saya akui. Kesan dan perasaan seperti ini mungkin juga sering Anda alami, perasaan yang di satu sisi mirip dengan orang yang membuat story perjalanann dan menganggapnya lebih menarik daripada perjalanan itu sendiri.
Sayang sekali Saya datang terlambat
BalasHapustidak apa-apa, yang penting bisa datang :) itu sudah cukup
Hapus