16 April 2009

AKU, KEAGUNGANKU, DAN KELUPAAN

Betapa agung diriku
betapa aku diciptakan oleh diriku sendiri
si pemimpi yang dapat mewujudkan semua mimpi
tapi tak dapat menciptakan kesadarannya

Aku digerakkan oleh sekeping chip
yang menabung semesta data;
seperti data dalam memori
yang diam dan bergerak
seperti degup jantung
aku yang menciptakan, aku yang mengendali
tapi dialah yang memberi nilainya
aku memberinya sistem, nadi, kelenjar, pikiran
karena kehidupan adalah sebuah hierarki sistemis
sistem yang beranak-pinak sistem
sistem yang menciptakan dan diciptakan oleh sistem

Di bawah kubah langit, jagad semesta
sistem yang rapi, dawam, terkendali
sistem yang terkontrol, semilyar data
dalam kungkung kangkang “kun”
masya Allah “fayakun”
kita bergerak dalam database
membangun peradaban angka-angka
ringkas dan mampat

Makhluk agung ini dapat menciptakan apapun
ia menciptakan sistem sebagai bagiannya
sistem yang menciptakan sistem
yang menciptakan sistem
yang menciptakan sistem
yang menciptakan…
ia menciptakan kehidupan pada benda-benda
instrumentalia, komputerisasi, hidup dan mati
dengan dan oleh data

Meskipun dapat mewujudkan semua mimpi
makhluk agung ini tidak dapat melawan lupa
sementara basis sistem adalah kesadaran
rahasia penciptaan ada pada kelupaan
siapakah yang mampu melawan lupa?

Memori dan sistem tak punya perasaan
sistemisasi berusaha melawan kelupaan

Aku, betapa agung diriku
yang mampu mewujudkan mimpi-mimpi
tapi tak bisa memimpikan kesadaran
dari kelupaannya

15/12//2007


PETANI DAN PENYAIR

Petani? Bukan-nya buruh tani?
mereka yang punya nyali
berani menukar otot dengan napasnya

Subsidi? Subsidi apa?
subsidi buat apa jika lahan sudah tak ada?

Buruh tani membanting tulang
melawan harga tengkulak dan penimbun
melawan harga yang ditentukan pembeli
alangkah gelapnya!

Rakyat miskin memang selalu ada
untuk memberi perimbangan bagi kaum kaya

Pialang cemas pada fluktuasi
tidak takut pada yang lain
para petani mengkhawatirkan hama
tidak takut pada yang lain
kaum terpelajar memprihatinkan pestisida
tidak takut pada yang lain
sementara buruh tani tidak takut pada apa pun
apa yang hendak ditakutkan?
tak mungkin: takut pada diri sendiri

Barisan buruh tani, maaf
(ini bukan untuk para petani)
jika ratapanku kurang mewakili
karena saya juga sedang berduka
atas lahan bahasa yang penuh pestisida
atas berton-ton lema tanpa diketahui nasabnya
juga barangkali karena saya bukan penyair
hanya buruh kata-kata

17/05/2007

2 komentar:

  1. kebanyakan orang setelah baca puisi adalah meng-kritik puisi itu. Setelah itu ia akan membandingkan dengan karya penyair lainnya. kritikan itu kadang bersifat tendensius, ambisius dan bahkan sok jenius. Tapi aku tidak. Aku hanya ingin mengabarkan antum...bahwa puisi ini telah saya sunting di blog saya (sangpenyiarmadura.blogspot.com).buat Faizi..moga kreativitasnya tambah subur diladang Indonesia yang agreris.

    BalasHapus
  2. allohu akbar......thanks udah mau ngeblog...

    BalasHapus

* Biasakan Mengutip Sumber/Referensi
* Terima Kasih Telah Membaca/Berkomentar