25 Agustus 2009
Nubdzah min Qashidah al-Burdah
23 Agustus 2009
Puasa Tahun Ini
Puasa kali ini sama seperti tahun lalu
yang membedakan hanyalah
usia bertambah jumlah
Malam tarawih, masih seperti tahun lalu
sholat sunnat yang terasa berat
dan shaf-shaf berkurang di malam likuran
malam-malam lailatul qadar
Ada yang tidak berpuasa
makan-minum di tempat umum
sambil tersenyum hampir ketawa
“puasa ‘kan hanya untuk orang tua?”
Puasa untuk yang percaya
bahwa setahun penuh
telah banyak racun mengendap
dalam sel-sel tubuh kita
bukan karena makanan kurang gizi
ataupun minuman yang tercemar polusi
tapi karena tak higienis di mata syariat
sebab haram atau syubhat
31/10/2004
09 Agustus 2009
Mengenang Rendra
Kepergian si Burung Merak, WS Rendra, Kamis 6 Agustus 2009, membuat saya teringat 14 tahun yang silam, saat untuk pertama kalianya saya berjumpa dengannya dalam sebuah acara budaya. Saya, sejujurnya, tidak mengenal banyak perihal sastraawan ini, WS Rendra. Saya hanya sekali berjabat tangan dengannya, lalu mengikuti acaranya, dalam rangka peresmian Gorong-Gorong Budaya di Sawangan, Depok. Waktu itu, saya diajak oleh Mas Jadul Maula dan Mas Mathori A. Elwa menjumpai Hasif Amini dan Sitok Srengenge. Kenangan saat itu, 2 April 1995, pada saat ini, kucoba reka-reka kembali.
“Sajak Seonggok Jagung”-nya WS Rendra adalah sajak pertama yang memperkenalkan saya dengan beliau. Saya sangat terkesan dengan sajak ini, meskipun sebelumnya juga pernah terbuai dengan “Rick dari
Sajak ini melukiskan alienasi, potret manusia yang terasing, atau sengaja menjauh, dari lingkungannya. Saya melihat, dan bahkan turut merasakan, betapa para mahasiswa seperti saya, di kala itu, akan punya perasaan aneh campur sedih semacam “Sajak Seonggok Jagung” ini, jika direnungkan. Maka, dengan sangat mantap saya katakan, bahwa puisi tersebut kemudian membuat saya terinspirasi untuk menulis puisi “Bila Aku Pulang Nanti” berikut ini (yang dsaya tulis beberapa bulan sebelum pertemaun itu).
BILA AKU PULANG NANTI
—salam hormat untuk W.S. Rendra
Bila kelak aku kembali
setelah lulus menjadi sarjana
apa yang akan aku berikan
jika anak-anak itu menyambutku
dengan senyum polos
meminta bercerita tentang kota
kampus dan mahasiswa?
Kalau aku pulang nanti
apa yang akan aku berikan
jika yang mereka pinta
bukan toga dan skripsi
bukan catatan dan diktat
yang terarsip rapi?
Jika aku pulang nanti
dengan sekoper piagam
dan makalah-makalah seminar
apa yang akan aku berikan
jika yang mereka pinta bukanlah gelar?
Setelah aku pulang nanti
tiba di kampung halaman
dengan perasaan berbunga-bunga
apa yang mesti aku katakan
jika telah habis
apa yang harus kukatakan
jika harus belajar lagi
apa yang akan dikatakan?
10/1994
01 Agustus 2009
Kisah Pak Madi, Budi, dan Kancil yang Suka Mencuri Timun
Lirisme itu mendayu, tetapi gagah
lirisme itu menyayat, tetapi nikmat
saya pun turut, larut, dan juga menulis 'ala wazni lirisme, tetapi sesekali slengekan dan sembarang, meletup dan wajib pula tertuang:
KISAH PAK MADI, BUDI,
DAN KANCIL YANG SUKA MENCURI TIMUN
Kerbau Pak Madi ada tiga ekor
dari dulu, hanya tiga ekor
Budi anak Pak Madi
masuk perguruan tinggi favorit
seekor kerbau keluar kandang
modal pintar ternyata cukup mahal
Pak Madi membanggakan Budi
seperti ia mengandalkan kerbaunya
ia rela membayar mahal, demi fasilitas
buat apa biaya minim
tetapi sarana serbamiskin?
Pak Madi berbahagia
Budi sukses meraih beasiswa
lulus dan langsung bekerja
karena sangat pintar
Budi dilamar perusahaan multinasional
Kini Pak Madi buka usaha baru
tandur palawija, menanam mentimun
tapi sayang, ada kancil yang selalu mencurinya
Pak Madi seorang diri, tak mampu menjaga taninya
sementara Budi berda di luar negeri
sebab terlalu pintar, ia tak dapat membantu ayahnya
orang pintar selalu jadi komoditas non-migas
karena itu, Budi lebih bangga jadi Eropa
dari pada punya KTP Indonesia
dan karena itu,
ia bahagia bersama anak-bininya di
Kerbau Pak Madi tiada lagi
mentimun pun habis sama sekali
kancil yang cerdik dan pintar mencuri
atau Pak Madi yang bodoh dan mudah dikibuli?
Oh, pendidikanku
mencetak siswa pinter seperti kancil,
nanti kepinteren, malah meminteri
seharusnya, pendidikan menanamkan moral
karena moral adalah modal
dan kancil tidak mau mencuri moral
ia hanya suka mencuri timun
4/2/2007