27 Januari 2009

LIRIK PALESTINA



Palestina!

Wahai bunda bagi bermilyar manusia. Gerangan apakah yang membuat air matamu berlinang tak selesai-selesai? Duka maha laksana apa kautanggung sehingga tangismu bagaikan drama tanpa penghujung; lakon panjang anak-anak menyandang senjata, bermain bersama martir, sementara para ibu menjadi janda di waktu muda, atau mati sebelum melihat anaknya dewasa, para pejuang yang gagah karena cinta tanah air, meskipun lemah karena hidupnya semakin rengkah?

Ke manakah anak cucumu jauh melanglang? Adakah para Yahudi itu tahu bahwa tanahmu selalu gembur karena basah oleh air mata, sementara engkau, ibu pertiwi yang menghidupinya, tersengal bila melenguh, tersendat saat bernapas, menahan sesak, memikul tragedi abadi semenjak awal mula drama kehidupan dimulai? Adakah para Kristiani itu membesuk engkau terbaring, terbujur, terlentang menahan sakit, mungkinkah mereka akan melupakanmu; tempat yang sangat mereka agungkan itu? Mungkinkah kaum Muslimin melupakanmu; tanah penuh sejarah tempat tonggak perjuangan ditancapkan?

Apakah mungkin derita ini adalah hikmah mulia yang terselubung kasat mata? Namun, mengapa mereka bertikai, ataukah hal itu merupakan wujud rasa cinta pada bundanya sebagai pembelaan?

Hingga sekarang, kecuali lirik ini, aku tak punya sapu tangan bagi air matamu yang tak habis berlinang.

Palestina!

Duhai bunda bagi bermilyar manusia. Apa kabar Yerusalem, yang kian tua oleh usia, tapi selalu muda untuk dicinta? Para nabi yang pernah singgah di sini, kalau saja sekarang mereka ada, sanggupkah tidak menangis ketika melihat kota­kotamu porak­poranda, bergelimang darah, bermandikan peluru, sementara di lain tempat, anak-anakmu hidup mewah dan pesta pora? Dan apakah pernah terbayang oleh nenek moyangmu para Punisia, bahwa bumi yang dulu mereka temukan itu bakal menjadi sebuah tanah subur bagi tumbuhnya pertikaian? Apakah mereka pernah menduga kalau tanah yang mereka puja selalu menangis tak ada habis­habisnya?

Palestina!

Sampai saat ini aku tak tahu, apakah dunia cukup kaya menyediakan air mata untuk menangis atas drama lukamu yang tak terhingga? Sampai saat ini aku tak tahu, dengan doa apa aku memohon kesejahteraan untukmu. Atau karena aku memang tak tahu, jangan-jangan pada kesedihanmu itulah terletak kebahagiaan semesta, dan di lukamu itulah, dunia mencurahkan isi hatinya yang kancap oleh air mata?

Hingga sekarang, kecuali lirik ini, aku tak punya sapu tangan bagi air matamu yang tak habis berlinang. Sampai saat ini aku tak punya cerita untuk melipur lara ataupun kata-kata yang tepat untuk mengucapkan belasungkawa.

Dunia, mari hentikan drama Palestina. Turunkan layar dan akhiri pertunjukan. Cukup pedih mata menangis. Cukup perih hati teriris.
Berakhirlah penderitaanmu, Palestina.

Damai dan sejahtera bagimu.

Amin.

(dicuplik dari buku kumpulan lirik "Sareyang", Pustaka Jaya, 2005)